Selamat Datang

Terima Kasih
Anda telah mengunjungi
Blog kami di Mystory
semoga anda menemukan
keceriaan

Kamis, 12 November 2009

Suratan Takdir


Betapa sia-sianya waktu yang terus bergulir.
Tanpa ada yang kita ukir.
Semenjak kita terlahir hingga mulai banyak berfikir.
Kemana saja kita berpakir.
Bak minum cuma secangkir.
Bak makan cuma sebutir.

Bila saja waktu terus bergulir.
Jangan kita hanya berfikir.
Tempat mana kita harus berpakir.
Walau hanya minum secangkir.
Walau hanya makan sebutir.

Disanalah kita akan terukir.
Tak ada jiwa yang dapat mangkir.
Baik bankir sampai tukang kikir.
Semua pasti menjadi musafir.
Di padang luas tak ada batas akhir.

Balada Kesunyian Hati

Bila kita menatap ke depan seakan-akan kita tenggelam dalam lamunan dan khayalan. Bila kita menoleh ke belakang nampak bayang-bayang masa lalu yang selalu menghantui kita. Bukankah ketetapan Tuhan itu pasti adanya.
Umur tinggal menghitung.
Kekuatan tinggal setengah.
Kehendak tinggal pasrah.
Lalu apa lagi yang masih ada pada diri kita.
Lihatlah betapa orang yang dulu ada kini telah tiada.
Yang belum ada terlahir ada. Apakah begituseterusnya ?
Mungkin jawabnya tidak.

Setiap apa yang ada dan apa yang baru ada pasti akan menemukan "titik jenuh" atau kebosanan. Semua memiliki batas ukuran.
Tak ada yang ada dan akan ada nanti melebihi batas ukuran tersebut.
Bukalah mata dan jendela hati agar bisa bercermin bersih.
Bukalah telinga dan lapangkan dada nanti pasti tergambar manisnya duka.
Apa yang kita cari selama ini bukanlah yang hakiki.
Apa yang kita tempuh selama ini bukanlah sauh (jangkar).
Apa yang kita raih selama ini bukanlah mimpi abadi.
Apa yang kita tekuni selama ini bukanlah jati diri.
Semua itu hanyalah mimpi orang mati yang menunggu hari perhitungan nanti
Tak ada sanak famili.
Tak ada uang pungli.
Tak ada yang jadi polisi.
Semua menjadi saksi.
Akan diri yang pernah lepas kendali.
Betapa tidak tinggal menunggu upah.
Betapa tidak tinggal menunggu jerih payah.
Antara surga dan neraka,

Apatis


Mengapa yang selalu kita percaya dan yang selalu memimpin kita adalah "wajah-wajah" palsu berselimut seorang "dewa". Mengapa kita selalu saja terbodohi, kecolongan, bahkan dibuat tidur tak sadarkan diri oleh buaian mulut manis sang "dajjal dunia".
Apakah sudah tak ada lagi itikad baik bagi mereka tuk lurus berjalan di titian yang lurus ? Apakah tak ada lagi atau memang tak perlu lagi kepercayaan itu kita berikan kepada mereka ?
Apakah mereka itu benar-benar manusiawi yang serakah akan duniawi ?
Ataukah mereka hanya berpura-pura dengan "bertopeng dewa"?

Lalu bagaimana nasib kita menggantungkan pada "mereka" yang seperti itu?
Apakah lebih baik tak ada mereka... bahkan tak perlu memilih dan mengangkat mereka ?
Bukankah keadilan yang harus mereka perjuangkan?
Bukankah rasa kemanusiaan yang harus mereka utamakan?
Lalu kapan semua itu bisa terwujud ?
Kapan ... kapan ....?
Siapa yang bisa menjawab ?
Pasti kalian semua tak akan bisa menjawab !
Kalau semua tak ada yang bisa menjawab. Alangkah bijaksananya bila mereka digantikan oleh Yang Maha Adil dan Bijaksana.
Alangkah baiknya tak ada dunia, tak ada manusia,tak ada nabi, tak ada malaikat, tak ada setan dan hawa nafsu, tak ada alam semesta, tak ada yang ini dan tak ada yang itu .... tak ada yang fana... dan tak ada yang kekal.
Lebih baik Yang Adil dan Bijaksana berdiri sendiri tak menciptakan apapun (qiyamuhu binafsihi).
Dari pada ada alam semesta, dari pada tercipta manusia, dari pada ada hawa nafsu, dari pada ada dosa. Lebih baik tak ada coretan noktah pada selmbar kertas putih milik sang Pencipta.

Senin, 09 November 2009

Renungan Jiwa


Bila malam tiba, ku selalu merenungi kehidupan.
Apakah aku telah kalah dalam hidup ini ?
Apakah aku telah gagal dalam kehidupan ini ?
Apakah aku harus pasrah pada kehidupan ini ?
Kata-kata tersebut selalu bergumam dalam hati kecilku. Selalu berulang dan terulang terus di setiap aku merenung di malam hari. Seakan-akan detak jantung dan nafasku  selalu bertasbih dengan butiran tasbih. Desah nafas panjang dalam putaran renungan itu sesekali terdengar. Seakan-akan memberikan bantuan motivasi dan jalan keluar, ataukah hanya desahan kepasrahan saja.
Lama aku merenung di setiap  malam, di setiap pergantian minggu, di setiap pergantian  bulan, dan  bahkan di setiap pergantian tahun.
Lalu kutemukan sebauah jawaban yang menenangkan hati dan jiwaku : "kita boleh kalah di dunia tapi kita harus menjadi orang yang berhasil di kehidupan panjang selanjutnya."

Sulitnya Bertobat


Sulitnya tuk menjadi orang yang bertobat. Apakah kehidupan duniawi yang kita jalani telah benar-benar membutakan mata kita. Sampai detik ini  hati kita, pikiran dan segala daya upaya yang kita kerjakan hanya mengejar kepentingan dunia semata. Memang kita tahu dan percaya kalau kehidupan kita di saat ini hanya sementara. Tapi mengapa kita seakan-akan memuaskan hawa nafsu kita di dunia tanpa melihat kehidupan yang akan datang?
Langkah kaki terasa berat  untuk mengajak tubuh kita bertobat ke jalan kebenaran-pun terasa sulit. Benarkah belenggu duniawi yang telah disulap oleh Setan dan sekutunya demikian hebatnya ?
Lalu kapan diri kita mau diajak bertobat ?
Padahal tobat itu sendiri telah disediakan waktunya oleh Tuhan yang Maha Kuasa cuma selama kita menjalani kehidupan di dunia ini saja. Tobat diberikan waktu hanya sebatas kita membuka mata hingga akhir kita menutup mata nanti.
Bersyukurlah bagi orang-orang yang selalu melangkahkan kakinya ke jalan pertobatan.
Semoga Tuhan selalu memayungi langka perjalanan hidup kita menuju dunia baru di sana.